Oleh: blogs | 29 April 2010

Siapkan Revisi UU Ketenagakerjaan

Undang Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dianggap sebagai salah satu biang karut-marut dunia ketenagakerjaan tanah air. Karena itu, parlemen mulai mendorong agar UU yang sudah berlaku tujuh tahun tersebut direvisi.

Ketua Kelompok Kerja Ketenagakerjaan Komisi IX Arif Minardi mengatakan, UU tersebut belum mengakomodasi ketentuan gaji TKA (tenaga kerja asing) secara detail. Padahal, berdasar hasil penelusuran komisinya pasca kerusuhan di Batam, kesenjangan gaji serta fasilitas antara TKA, karyawan tetap, dan pekerja honorer (kebanyakan warga lokal) di PT Drydocks World Graha merupakan pemicu utama kerusuhan itu.

”Terdapat perbedaan mencolok antara tiga kelompok tersebut yang memunculkan akumulasi kemarahan,” ujar Arif.

Ketidakadilan yang mencolok antara pekerja asing dan lokal yang diberlakukan oleh perusahaan diibaratkannya bom waktu yang siap meledak kapan saja. Dia lantas membeber kesenjangan gaji di PT Drydocks. Pada level pekerjaan yang sama, TKA digaji dengan standar dolar Singapura. Sedangkan pegawai tetap dari Indonesia digaji dengan rupiah. ”Nilainya, jika keduanya dibandingkan, gaji tenaga kerja lokal jauh di bawah pekerja asing,” ujarnya.

Menurut dia, gaji TKA di PT Drydocks minimal 4.500 dolar Singapura (sekitar Rp 30 juta dengan kurs Rp 6.700 per dolar Singapura, Red) per bulan. Sedangkan pekerja Indonesia dengan masa pengabdian lima tahun hanya digaji Rp 5 juta–Rp 7 juta.

Kondisi lebih memprihatinkan dialami para pekerja kontrak. Mereka dibayar per jam. Gaji mereka pun masih harus dipotong karena direkrut lewat sejumlah subkontraktor. ”Nilai yang kecil itu jadi semakin kecil karena harus dipotong-potong,” tambah anggota DPR asal PKS tersebut.

Selain itu, nasib ironis para pekerja kontrak tersebut berlanjut pada fasilitas yang diperoleh. TKA dan pekerja tetap mendapatkan fasilitas keamanan pekerjaan yang relatif bagus. Alat keselamatan kerja, seperti kacamata dan sepatu, disediakan oleh perusahaan.

“Pekerja kontrak harus membeli sendiri. Padahal, barang-barang itu rawan rusak. Bayangkan, betapa banyak uang yang harus dikeluarkan oleh pekerja kontrak,” tegas dia. (dyn/c11/ari/jp)


Tinggalkan komentar

Kategori