Oleh: blogs | 15 Maret 2010

BP Migas Minta UU Lingkungan Diundur hingga 2013

Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) minyak dan gas bumi siap menurunkan produksi hingga 50 persen jika UU No 32/2009 tentang Lingkungan Hidup diberlakukan saat ini. Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (BP Migas) meminta pelaksanaannya diundur 2013.

Kepala Dinas Hubungan Masyarakat dan Hubungan Kelembagaan BP Migas, Sulistya Hastuti Wahyu berharap ada tenggang waktu sebelum diimplementasikan. Namun, jika diputuskan tidak ada waktu transisi, KKKS dipastikan tetap akan mengikuti aturan yang ada. “Tapi implikasinya, produksi minyak dan gas bumi akan turun secara signifi  kan,” ujarnya.

BP Migas menghitung, KKKS akan mengurangi produksi hingga 50 persen dari total produksi. Rata-rata produksi minyak nasional hingga Maret berkisar 954 ribu barel per hari, sedangkan gas sekitar 8.757 juta kaki kubik per hari. “Pengurangan produksi terpaksa harus ditempuh karena terdapat ancaman saksi pidana dan denda bagi perusahaan yang melebihi ambang batas baku yang sudah ditetapkan,” terangnya.

Dengan kondisi ini, BP Migas berharap, seluruh pihak terkait duduk bersama guna memutuskan kebijakan terbaik mengenai masalah ini. Dia meminta waktu transisi pemberlakuan UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup karena untuk menghasilkan standar baku mutu lingkungan yang baru memerlukan peralatan penunjang. “Kita tidak menolak tapi butuh waktu untuk menyesuaikan,” tukasnya.

KKKS harus menyiapkan alat-alat dan teknologi baru untuk dipakai di lapangan migas yang dikelolanya. Apalagi, tiap-tiap KKKS mempunyai kasus yang berbeda dalam menyikapi penerapan UU tersebut. “Transisi waktu yang diperlukan untuk menyesuaikan baku mutu lingkungan seperti yang dipersyaratkan memerlukan waktu paling cepat tiga tahun karena penyesuaian alat penunjang tersebut bukanlah perkara yang mudah,” tuturnya.

Sulistya mencontohkan, kewajiban menurunkan temperatur air limbah dari 45 derajat celcius menjadi 40 derajat. Rencana kerja Pertamina EP yang akan melakukan reinjeksi air terproduksi untuk mengurangi temperatur tersebut diperkirakan baru selesai tahun 2011. “Itu butuh studi sub surface, pekerjaan pengeboran, proses pengadaan, fabrikasi, konstruksi, dan operasi,” ungkapnya.

Dia mengambil contoh, kandungan merkuri pada air terproduksi yang melebihi izin pembungan limbah cair yang dialami oleh Conoco Phillips di Lapangan Belanak, Natuna. Dengan penetapan merkuri rata-rata 40 ppm (part per million), Conoco perlu melakukan pengkajian ulang engineering dan instalasi fasilitas tambahan. “Fasilitas tambahan itu direncanakan baru kelar 2014,” jelasnya. (wir/kim/sumeks)


Tinggalkan komentar

Kategori